Asal Usul
Soto Lamongan berasal dari Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Di Lamongan sendiri, budaya pedagang kuliner keliling sudah kuat sejak abad 19 akhir–awal abad 20 (era kolonial). Mereka banyak merantau dan jualan keluar kota — Surabaya, Gresik, Jombang, sampai kemudian merembet ke Jakarta.
Ciri pedagang Lamongan: kuat networking antar perantau → saling rekrut, saling tarik saudara → ini yang mempercepat ekspansi.
Perkembangan Ciri Khas
Soto Lamongan berbeda dari soto Jawa lainnya karena beberapa ciri spesifik:
| Ciri | Penjelasan |
|---|---|
| Kuah kuning gurih | Rempah kuat dan kaldu ayam kampung pekat |
| Toping koya | campuran kerupuk udang + bawang putih goreng → inilah elemen signature |
| Ayam kampung suwir | bukan daging besar potong seperti Madura |
| Sambal kemerahan | cenderung pedas segar → beda dengan sambal kecap gaya Jawa Tengah |
Koya ini dipercaya mulai muncul era tahun 1960-an – 1970-an pedagang perantau Lamongan ketika mulai banyak bersaing dengan soto Madura & soto Kudus di Surabaya/Jakarta → membuat diferensiasi.
Penyebaran dan Brand
Tahun 1980-an – 2000-an, migrasi pedagang semakin masif.
Hampir semua kota besar Indonesia punya “Soto Lamongan” — ini bukan sistem franchise perusahaan resmi, tapi franchise antar keluarga → khas pedagang Lamongan.
Nama “Cak” pada warung juga identitas sosial Lamongan yang kemudian ikut jadi brand nasional:
- Soto Lamongan Cak Har (Surabaya) → menjadi ikon nasional
- banyak warung merujuk “cak” kemudian.
Kesimpulan Sejarah
- Root-nya soto rumahan Lamongan yang dibawa para perantau jualan ke luar kota sejak kolonial
- Diferensiasi koya jadi kekuatan branding pada era kompetisi antar soto di Surabaya & Jakarta
- Sistem perantau Lamongan menjadikannya salah satu kuliner paling berhasil menyebar nasional
Karena itu hari ini, Soto Lamongan termasuk kuliner khas Jawa Timur yang akhirnya diakui nasional — bahkan nama kotanya menjadi “merk kuliner” di seluruh Indonesia.
No responses yet